Minggu, 25 Oktober 2015

 Makalah Analisis Cerpen "Peradilan Rakyat"

Post by : Rapina Pesek  Manullang
date : 26 October 2015 

 
Nama Kelompok 1 :
  1.   Perianto Saruksuk 
  2.  Rapina Tri Ayu Manullang
  3.  Moira Situmeang
  4.  Lamris Panggabean
  5.  Elisa Sofia Marbun

 BAB I 

 Pendahuluan 

A.Latar Belakang 
    Semiotik (semiotics) berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti tanda atau sign. Tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif, mampu menggantikan suatu yang lain (stand for something else) yang dapat dipikirkan atau dibayangkan (Broadbent, 1980). Semiotik adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda atau teori tentang pemberian tanda. (Semiotik biasanya didefinisikan sebagi teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory [semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki] ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia). Istilah semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika sedangkan di Eropa lebih banyak menggunakan sitilah semiologi. Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi tanda (van Zoest, 1993:1). Ahli-ahli semiotika dari aliran Saussure menggunakan istilah-istilah pinjaman dari linguistik. Pada masa sesudah Saussure, teori linguistik yang paling banyak menandai studi semiotik adalah teori Hjelmslev, seorang strukturalist Denmark. Pengaruh itu tampak terutama dalam ‘semiologi komunikasi’. Teori ini merupakan pendekatan kaum semiotika yang hanya memperhatikan tanda-tanda yang disertai maksud (signal ) yang digunakan dengan sadar oleh mereka yang mengirimkannya (si pengirim) dan merekayang menerimanya (si penerima). Para ahli semiotika ini tidak berpegang pada makna primer (denotasi) tanda yang disampaikan, melainkan berusaha untuk mendapatkan makna sekunder (konotasi). Menurut Saussure, tanda mempunyai dua entitas, yaitu signifier (signifiant / wahana tanda /penanda/ yang mengutarakan /simbol) dan signified ( signifie/makna/ petanda / yang diutarakan /thought of reference). Menurut Peirce (dalam Hoed,1992) semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa pengalaman, pikiran, gagasan atau perasaan.
a). Sekilas Tentang Semiotik
    Secara leksikal, semiotik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem tanda dan lambang dalam kehidupan manusia, sedangkan semiotika adalah ilmu atau teori tentang lambang dan tanda (bahasa, lalu lintas, kode morse, dsb); atau semiologi adalah ilmu tentang semiotik (KBBI 2007). Semiotik (kadang-kadang juga dipakai istilah semiologi) ialah ilmu yang secara sistematik mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang (semeion, bahasa Yunani=tanda), sistem-sistem lambang dan proses-proses perlambangan (luxemburg, 1984:44). Tokoh yang dianggap pendiri semiotik adalah dua orang yang hidup sezaman, yang bekerja dalam bidang yang terpisah dan dalam lapangan yang tidak sama (tidak saling mempengaruhi), yang seorang ahli linguistik yaitu Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan seorang ahli filsafat yaiutu Charles Sander Peirce (1839-1914). Saussure menyebut ilmu semiotik dengan nama semiologi, sedangkan Pierce menyebutnya semiotik (semiotics). Kemudian hal itu sering dipergunakan berganti-ganti dengan pengertian yang sama. Di Perancis dipergunakan nama semiologi untuk ilmu itu, sedang di Amerika lebih banyak dipakai nama semi otik (Pradopo, 2005:119). Pengklasifikasian tanda secara sistematis dilakukan oleh Charles Sanders Peirce, seorang filosof pragmatis dan sekaligus ahli logika Amerika. Tanda diklasifikasikan ke dalam tiga jenis berdasarkan relasi antara tanda sebagai representan dengan denotatumnya yaitu ;

 1.Simbol yaitu tanda yang dapat melambangkan atau mewakili sesuatu (ide, pikiran, perasaan, benda, dan tindakan) secara arbitrer dan konvensional. Misalnya, warna merah dan putih dalam bendera kebangsaan Indonesia masing-masing melambangkan keberanian dan kesucian

  2.Indeks yaitu tanda yang dapat menunjukkan sesuatu (ide, pikiran, perasaan, benda, dan tindakan) secara kausal atau faktual. Misalnya, asap menunjukkan adanya api.

  3. Ikon yaitu tanda yang dapat menggambarkan sesuatu (ide, pikiran, perasaan, benda, dan tindakan) berdasarkan persamaan atau perbandingan. Misalnya, potret menggambarkan orangnya.

 • Metode Hermeutika 
    Dikaitkan dengan fungsi utama hermeutika untuk memahami agama, maka metode ini dianggap tepat untuk memahami karya sastra dengan pertimbangan bahwa diantara karya tulis yang paling dekat dengan agama adalah karya satra Visi sastra modern menyebutkan bahwa dalam karya sastra ada ruang-ruang kososng, ditempat itulah pembaca memberikan berbagai macam penafsiran, dan metode hermeutik tidak mencari makna yang benar tapi yang paling optimal karena kebenaran sebuah makna adalah hak pribadi pengarang

• Metode Analisis
   Isi Dasar pelaksanaan metode analisis isi adalah penafsiran. Dasar penafsiran dalam metode analisis isi memberikan perhatian pada isi pesan. Penelitian menekankan bagaimana memaknakan isi komunikasi, memaknakan isi interaksi simbolik yang terjadi dalam peristiwa komunikasi

 • Metode Penelitian 
    Raiffaterre berkata Untuk dapat member makna sajak secara semiotic, pertama kali dapat dilakukan dengan pembacaan heuristic dan hermeutik atau retrokatif (Pradoppo, 1995:134) Pembacaan heuristik adalah pembacaan beradasarkan struktur bahasanya atau secara semiotic adalah berdasarkan system semiotic tingkat pertama. Pembacaan hermeutik adalah pembacaan karya berdasarkan sisem semiotic tingkat kedua atau berdasarkan konvensi sastranya. Pembacaan hermeutik adalah pembacaan ulang (retroaktif) sesudah pembacaan heuristic dengan member konvensi sastranya. Pembacaan heuristik dalam cerpen adalah pembacaan “tata bahasa” ceritanya dari awal hingga akhir, oleh karena itu untuk mempermudah pembacaan ini dapat berupa dibuat sinopsis dari ceritanya.

 BAB II

 ISI

 Sinopsis Cerpen “Peradilan Rakyat” Karya Putu Wijaya

 • Seorang pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior yang sangat dihormati oleh para penegak hukum.Kedatangan pengacara muda ini kepada pengacara tua ini untuk berdialog masalah hukum di Negara yang dirasakan lemah oleh mereka. Pengacara muda ini sedang menangani suatu kasus dipersidangan, pengacara muda ini ditugaskan oleh negaranya untuk membela seorang penjahat yang telah merugikan Negara. Seorang penjahat yang mendapatkan seorang pengacara yang hebat. Penjahat itu juga meminta pengacara muda itu untuk membelanya. Karena pengacara muda itu adalah seorang pengacara yang professional maka dia menerimanya dengan membela penjahat di persidangan, penjahat yang harusnya menjadi musuh Negara dan juga rakyat. Pengacara itu membela penjahat itu dipersidangan bukan karena uang, ancaman dari penjahat itu, bukan karena mengharapkan balas jasa kelak dari penjahat itu ataupun untuk meraih publikasi krena kehebatannya dalam membela melainkan karena keprofesionalannya menjadi seorang pengacara. Pengacara muda itu tidak bisa menolak karena hal itu adalah kewajiban seorang pengacara untuk membela siapapun diperadilan ketika diminta mejadi seorang pembela.

 • Pengacara tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak terkejut. Ia menatap putranya dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara yang tenang dan agung. Pengacara tua itu mendapat julukan Singa lapar dari sebuah buku yang ditulis oleh sebuah Universitas diluar negeri.  

BAB III

 Analisis Cerpen “Peradilan Rakyat” Karya Putu Wijaya 

 1. Pengacara ( SIMBOL ) pembela perkara yang bersifat profesional, tidak pernah Memandang hal yang dibela itu benar atau salah 

 2. Pengacara Tua (penanda) 
  •     orang yang dihormati oleh penegak hukum, tipe tokoh yang mudah sekali dikenali dalam masyarakat Indonesia, pengacara yang juga ayahanda dari pengacara muda (petanda). 
 3. Pengacara muda (penanda) 
  •  angkatan muda, tokoh muda pemberani, yang digunakan pengarang sebagai kaum muda Indonesia.kaum muda yang sesekali hanya mengikuti arus pemerintah namun terkadang juga berani tetapi karena tuntutan kerja ia bersifat profesional tidak memandang yang dibela benar atau salah.
 4. Kursi Roda(penanda) 
  •  tempat duduk pengacara tua (petanda).
 5. Demonstran (penanda) 
  •  kerumunan sangat marah dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah. Rakya t (petanda). 

Unsur- unsur instrinsik dari cerpen “Peradilan Rakyat” adalah sebagai berikut:

 1.Tema:  Keadilan di Masyarakat 

  2.Alur

   Alur adalah urutan peristiwa yang berdasarkan hukum sebab akibat. Alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, akan tetapi menjelaskan mengapa hal ini terjadi. Kehadiran alur dapat membuat cerita berkesinambungan. Didalam cerita cerpen “peradilan rakyat” tersebut adalah yang menjadi alur cerita tersebut adalah alur maju yaitu Pengarang menyusun peristiwa-peristiwa secara berurutan mulai dari perkenalan sampai penyelesaian antara lain: 

 - mulai melukiskan keadaan (situation) Seorang pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior yang sangat dihormati oleh para penegak hukum.Kedatangan pengacara muda itu untuk berdialog masalah hukum di negara yang dirasakan lemah oleh mereka………………….. 

 - peristiwa-peristiwa mulai bergerak (generating circumtanses) Belum lama ini negara menugaskan aku (pengacara muda) untuk membela seorang penjahat besar, yang sepantasnya mendapat hukuman mati - keadaan mulai memuncak (rising action);
   Seorang penjahat yang mendapat yang mendapat pengacara yang hebat. Penjahat itu, juga meminta kepada pengacara muda untuk membelanya. Karena pengacara itu profesional maka dia menerimanya dengan membela penjahat dengan membela penjahat dipersidangan,penjaht yang seharusnya menjadi musuh negara dan rakyat.
 - mencapai titik puncak (klimaks Peradilan terhadap penjahat itu dimulai . gambaran dari pengacara tua itu benar-benar terjadi sidang perkara yang dilakukan oleh pengacara dan penjahat itu dimenangkan keduanya. Penjahat itu bebas dengan tertawa lepas. Penjahat itu menerima kebebasnya dengan cepat keluar negeri dan sulit untuk menjamahnya kembali.
 - pemecahan masalah/ penyelesaian (denouement) Mengetahui hal tersebut rakyat menjadi beramarah. Mereka turun kejalan dengan melakukan demontrasi besar-besaran dimana-mana, gedung-gedung dipengadilan dibakar, dan pengacara muda itu diculik dan dibunuh. 

 3.Latar 

     A.Latar tempat, yaitu latar mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu serta inisial tertentu. Pada cerpen, latar tempat ditunjukan pada kutipan cerpen sebagai berikut: Seorang pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior yang sangat dihormati oleh para penegak hukum. Latar tempat yang dimaksud, merupakan kantor pengacara dimana tempat ayahnya seorang pengacara senior. 




     B.Latar Waktu Latar waktu berhubungan dengan “kapan” terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan. "Maaf, saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak. Beliau perlu banyak beristirahat. Selamat malam”. Latar waktu yang tergambar dalam penggalan cerpen diatas adalah malam hari


      C.Latar Suasana
    Merupakan suasan yang dihadapi oleh para tokoh dalam cerpen “Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa. Gedung pengadilan diserbu dan dibakar. Hakimnya diburu-buru. Pengacara muda itu diculik, disiksa dan akhirnya baru dikembalikan sesudah jadi mayat. Tetapi itu pun belum cukup. Rakyat terus mengaum dan hendakmenggulingkan pemerintahan yang sah” 
    Latar Susana yang tegambar dalam cerpen diatas adalah menegangan dan “Pengacara tua itu terpagut di kursi rodanya. Sementara sekretaris jelitanya membacakan berita-berita keganasan yang merebak di seluruh wilayah negara dengan suaranya yang empuk, air mata menetes di pipi pengacara besar itu.” Latar suasana yang ditimbulkan pada penggalan cerpen diatas adalah kesedihan pengacara tua karena kematian anaknya. 

      D.Latar Sosial, yaitu yang mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks serta dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Selain itu latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.
 

 4.Penokohan 

    Penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh atau perwatakan, sebab penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita. 

     A.Pengacara Muda (anak): merupakan seorang pemuda yang kritis, tekun, bersemangat cerdas dan profesional terhadap pekerjaannya sebagi seorang pengacara. Hal tersebut berdasarkan kutipan dibawah ini: “Aku tidak datang untuk menentang atau memuji Anda. Anda dengan seluruh sejarah Anda memang terlalu besar untuk dibicarakan. Meskipun bukan bebas dari kritik. Aku punya sederetan koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah Anda lakukan. Dan aku terlalu kecil untuk menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk memujimu. Anda sudah tidak memerlukan cercaan atau pujian lagi. Karena kau bukan hanya penegak keadilan yang bersih, kau yang selalu berhasil dan sempurna, tetapi kau juga adalah keadilan itu sendiri” Dari kutipan diatas menunjukkan bahwa pengacara muda tersebut cerdas, dan berpikir kritis. Ia mencermati keadaan dan situasi, seorang pengacara muda yang bersikap adil dan profesional pada pekerjaannya sebagai pengacara. 

     B.Pengacara Senior (ayah): tua, lemah dan sakit. Memiliki bijaksana, penyayang, rendah hati. Hal tersebut berdasarkan kutipan: “Aku kira tak ada yang perlu dibahas lagi. Sudah jelas. Lebih baik kamu pulang sekarang. Biarkan aku bertemu dengan putraku, sebab aku sudah sangat rindu kepada dia.”Pengacara muda itu jadi amat terharu. Ia berdiri hendak memeluk ayahnya. Tetapi orang tua itu mengangkat tangan dan memperingatkan dengan suara yang serak. Nampaknya sudah lelah dan kesakitan. Dari kutipan diatas, karakter tokoh ayah yang menyayangi dan merindukan putranya. Pengacara senior sudah tampak lemah dan tua.

     C.Sekretaris, perhatian, baik, cantik jelita. Hal tersebut berdasarkan kutipan dibawah ini: Sekretarisnya yang jelita, kemudian menyelimuti tubuhnya. Setelah itu wanita itu menoleh kepada pengacara muda.“Maaf, saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak. Beliau perlu banyak beristirahat. Selamat malam.” Dikemukakan, bahwa sekretaris yang cantik dan dan perhatian. Ia mengatakan bahwa pengacara senior hendak beristirahat, 

 5.Sudut Pandang 

    Sudut pandang (point of view) merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi memang milik pengarang, pandangan hidup, dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita. Sudut pandang adalah cara memandang tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu. Sudut pandang yang terdapat dalam cerpen Peradilan Rakyat adalah Sudut pandang orang ketiga yaitu sudut pandang yang biasanya pengarang menggunakan tokoh “ia”, atau “dia”. Atau bisa juga dengan menyebut nama tokohnya; Contohnya pada kutipan dibawah ini “Pengacara tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak terkejut. Ia menatap putranya dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara yang tenang dan agung,. Pengacara muda diam beberapa lama untuk merumuskan diri. Lalu ia meneruskan ucapannya dengan lebih tenang” Berdasarkan pada kutipan diatas, diketahui penggunaan tokoh “ia” dan subjek lain dengan kata ganti pengacara muda.

 6.Gaya Bahasa 

    Bahasa dalam cerpen memilki peran ganda, bahasa tidak hanya berfungsi sebagai penyampai gagasan pengarang. Namun juga sebagai penyampai perasaannya. Beberapa cara yang ditempuh oleh pengarang dalam memberdayakan bahasa cerpen ialah dengan menggunakan perbandingan, menghidupkan benda mati, melukiskan sesuatu dengan tidak sewajarnya, dan sebagainya. Melebih-lebihkan kata sehingga menampilkan unsur-unsur sasta yang indah dan menarik. Itulah sebabnya, terkadang dalam karya sastra sering dijumpai kalimat-kalimat khas. Menurut Sumadiria (2006 :147—160) mengemukakan macam-macam gaya bahasa adalah sebagai berikut. 
    1.  Majas Perbandingan
         A.Gaya bahas perumpamaan,contohnya: penjahat itu licin seperti belut; rakus seperti monyet;seperti kucing dan anjing; seperti singa yang lapar; bagai air dengan minyak. Pada cepen gaya bahasa perumpamaan adalah sebagai berikut:
  •  Mereka menyebutku Singa Lapar. 
  •  Jangan membunuh diri dengan deskripsi-deskripsi yang menjebak kamu ke dalam doktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam 
  •   Keadilan tak boleh menjadi sebuah teater, tetapi mutlak hanya pencari keadilan yang kalau perlu dingin.

  2. Metafora, contohnya; anak emas, buah bibir, buah tangan, mata keranjang, jinak-jinak merpati, air mata buaya dsb. Pada cerpen metafora, adalah sebagai berikut: 
  •  Dengan gemilang dan mudah ia mempencundangi negara dipengadilan dan memerdekaan kembali raja penjahat itu. 

  3.  Depersonikfikasi, gaya bahasa yang mengandaikan manusia atau segala hal yang hidup, bernyawa, sebagai benda-benda mati yang kaku dan beku. Pada cerpen contohnya adalah sebagai berikut: 
  •       Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa.



  4.  Personifikasi, gaya bahasa perbandingan yang mengandaikan benda-benda mati, termasuk gagasan atau konsep-konsep yang abstrak, berperilaku seperti manusia yang menggerakan seluruh tubuhnya. Pada cerpen gaya bahasa personifikasi adalah sebagai berikut: 
Sementara sekretaris jelitanya membacakan berita-berita keganasan yang merebak diseluruh wilayah negara dengan suaranya yang empuk, air mata menetes di pipi pengacara besar itu. 

B.Majas Pertentangan 
      Hiperbola, gaya bahasa yang pernyataan yang melebih-lebihkan jumlahnya ukurannya, atau sifatnya dengan maksud memberikan penekanan pada suatu pertanyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Pada cerpen contoh gaya bahasa hiperbola adalah sebagai berikut:
  •   Tetapi kamu sebagai ujung tombak pencarian keadilan di negeri yang sedang, dicabik-cabik korupsi ini.
  •   Namun yang lebih buas dan keji ketika memperoleh kesempatan menginjak-injak keadilan dan kebenaran yang dulu diberhalakannya.
  •   Jangan membunuh diri dengan deskripsi-deskripsi yang menjebak kamu ke dalamdoktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam 
  •   Tapi aku tolak mentah-mentah.
  •   Keadilan tak boleh menjadi sebuah taeter, tetapi mutlak hanya pencari keadilan yang kalau perlu dingin dan beku.
  •   Yang tua memicingkan mata dan mulai menembak lagi.
  •  Juga bukan ingin memburu publikasi dan bintang-bintang penghargaan dari organisasi kemanusian di mancanegara yang benci negaramu, bukan? 
  •   Entah luluh oleh senyum dibibir wanita yang memiliki mata yang sangat indah itu. 
  •   membebaskan bajingan yang ditakuti oleh seluruh rakyat dinegeri ini untuk terbang lepas kembali seperti burung diudara.
  •   Ia merayakan kemenangan dengan pesta kembang semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara, tak mungkin dijamah lagi. 
  •  Rakyat terus mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah. 
  •   Penjahat besar yang akan terbebaskan akan menyulut peradilan rakyat. b.Ironi , merupakan gaya bahasa berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati.
    Pada cerpen adalah sebagai berikut: 
  • Tidak seperti pengacara sekarang yang kebanyakan berdagang. Maksudnya, saat ini banyak pengacara yang bekerja dengan tidak profesional. Menjual kejujuran demi kepentingan pribadi atau kelompok. 

7.Amanat

   Melalui amanat, pengarang dapat menyampaikan sesuatu, baik hal yang,bersifat positif maupun negatif. Dengan kata lain, amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang berupa pemecahan atau jalan keluar terhadap persoalan yang ada dalam cerita. Adapun unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangun cerita sebuah karya. Pada cerpen diatas cerpen diatas adalah sebagai berikut: 
1.Dalam memilih pilihan hidup itu, kita seharusnya sebagai manusia menggunakan pikiran serta perasaan, sehingga pilihan yang kita ambil tersebut tidak merugikan diri sendiri. 

 2.Banyaknya mafia-mafia di negeri ini merupakan bukti kebobrokan moral di Negara ini yang mana hokum bisa diperjual belikan.

 3.Kita sebagai manusia yang mempunyai akhlak hendaknya menjalani sebuah pekerjaan yang menjadi tanggung jaawab sesuai dengan norma-norma yang berlaku secara professional, sehingga hal-hal yang merugikan orang lain apalagi menyengsarakan orang lain dapat dihindari. Bukan tidak mungkin bila rakyat telah marah, maka akan lupa diri dan bisa melakukan hal-hal diluar batas kewajaran

 2. UNSUR- UNSUR EKSTRINSIK
    Putu Wijaya, salah satu sastrawan besar Indonesia, saat ditemui pada hari Kamis, 27 Agustus 2009, menyatakan kesediaannya untuk menjadi penulis tamu dalam kegiatan MataKataKita yang diselenggarakan komunitas EnamPENA. Putu Wijaya akan berpartisipasi dengan menulis sebuah cerita pendek untuk dikolaborasikan dalam buku braille bersama para pemenang sayembara, baik dari masyarakat mata awas dan penyandang tunanetra. Putu Wijawa adalah seorang sastrawan kelahiran Tabanan, Bali. Selain skenario film dan sinetron, lebih dari 30 novel, 40 naskah drama, sekitar seribu cerpen, ratusan esei, juga artikel lepas dan kritik drama telah ditulisnya. Disamping itu, gelimangan penghargaan telah diterima Putu Wijaya. Beberapa diantaranya seperti SEA Write Award 1980 di Bangkok, tiga Piala CItra untuk penulisan skenario, serta meraih Profesional Fellowship dari The Japan Foundation Kyoto Jepang (1991-1992). 

BAB IV 

PENUTUP 

A.SIMPULAN 

   Cerpen Peradilan Rakyat karya Putu Wijaya adalah cerpen yang berani menceritakan betapa ironisnya peradilan yang ada di negeri ini. Yang menjadi tokoh utama dalam cerpen ini adalah seorang pengacara muda yang cerdas, dan berpikir kritis. Ia mencermati keadaan dan situasi, seorang pengacara muda yang bersikap adil dan profesional pada pekerjaannya sebagai pengacara. Dia mempunyai ayah yang juga seorang pengacara yang disegani pada masanya. Permasalahan muncul ketika seorang oknum pejabat yang banyak melakukan pelanggaran hukum meminta bantuannya untuk menjadi pengacaranya. Dalam hal itu dia menghadapi gejolak antara mau membantunya atau tidak. Secara pribadi dia tidak ingin menjadi pengacaranya tetapi secara profesional dia tidak bisa menolak klien yang meminta bantuannya sebagai pembela di pengadilan. Akhirnya dia meminta pendapat kepada ayahnya sebagai seorang pengacara bukan sebagai anak. Tetapi kasus itulah yang akhirnya membawanya dalam kehancuran. Dari sini Putu Wijaya menggambarkan keindahan serta realitas bagaimana seorang pengacara muda yang sangat cerdas tetapi minim pengalaman hidup dijatuhkan oleh sebuah kasus yang merupakan sandiwara pengadilan belaka yang sarat akan unsur – unsur politik. Putu wijaya dalam cerpen ini juga mengkritik soal banyaknya mafia – mafia kasus (markus) yang telah membudadaya dalam negeri ini. Keadaan Negara yang sedang carut maruk membuat para pelaku mafia kasus bisa menghindari jeratan hukum apabila mereka bisa menyewa pengacara terkenal dan menyuap aparat negara. 

 Daftar Pustaka 

  •   Noor, Redyanto. 2005. Pengantar Pengkajian Sastra. Semarang : Fasindo. 
  •   Sudjirman, Panuti dan zoest van aart.1992. serba serbi semiotika. Jakarta : PT Gramedia    Pustaka Utama. 
  •  http://id.wikipedia.org/wiki/Semiotika di akses pada tanggal 6 Juni 2012 
  •  http://muthya22.blogspot.com/2012/02/analisis-cerpen-peradilan-rakyat-karya.html di akses pada tanggal 6 Juni 2012 
  •  Semi, Atar. 1989. Kritik Sastra. Bandung. Angkasa.
  •  Sumadiria, Haris. 2006. Bahasa Jurnalistik; Panduan Praktis Penulisa dan Jurnalis. Bandung. Simbiosa Retakama Media. 
  •  Wellek & Warren A. (1986). Teori Kesusastraan (Diindonesiakan Melami Budianta). 
  •  Zulmasri. 2008. ”Kebimbangan Pengarang dan Pendekatan Ekspresif”. 
  •  http://zulmasri.wordpress.com/2008/03/28/kebimbangan-pengarang-dan-pendekatan-ekspresif/ Diakses online tanggal 29 Mei 2010 2008. Kritik Sastra. 
  • http://goesprih.blogspot.com/2008/02/kritik-sastra.html Diakses online tanggal 29 Mei 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar